Langsung ke konten utama

[KEUTAMAAN TAUHĪD (BAGIAN KEENAM)]


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه  لاحول ولاقوة إلا بالله ، رضيت بالله ربا و بالإسلام دينا و بمحمد صلى الله عليه وسلم نبيا ورسولا رَبِّ زدْنيِ عِلْماً وَ رْزُقْنيِ فَهْماً 


Berkata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ

_Barangsiapa yang bersaksi bahwasanya tidak ada dzaat yang berhak untuk disembah kecuali Allāh dan tiada sekutu bagi-Nya_
 

Man (مَنْ): "Barangsiapa".

Syahida (شَهِدَ): "Bersaksi".

Māsyā Allāh. 

Perhatikan! 

Karena sesungguhnya semua manusia tatkala berada di dalam kandungan, bahkan para arwah telah ditanya oleh Allāh:

أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ

_“Bukankah Aku ini Tuhanmu?”_

Maka semua arwah, calon-calon manusia, semua mengatakan:  

 قَالُواْ بَلَىٰ شَهِدۡنَآۚ

_"Kami bersaksi (akan ke-Esa-an, Engkau yā Allāh)."_
 
(QS. Al A'rāf: 172)

Tidak ada suatu kemuliaan tatkala seseorang hidup, melebihi seseorang mentauhīdkan Allāh. 

Maka di sini:

مَنْ شَهِدَ

_"Barangsiapa yang bersaksi."_

Tentunya seseorang bersaksi dengan ucapan, seseorang adalah muwahīd (bertauhīd) setelah dia bersaksi.

مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ

_"Barangsiapa yang bersaksi bahwasanya tidak ada dzat yang berhak untuk disembah kecuali Allāh."_

Perhatikan!

Seseorang bersaksi bahwasanya tidak ada dzat yang berhak untuk disembah kecuali Allāh. 

Maka di sini adalah kata-kata:  لاَ إِلَهَ  , yang dikenal dengan an-nafiyyu (peniadaan), atau sesuatu hal yang tidak mungkin ada.

Berikut adalah: إِلاَّ اللَّهُ , yaitu penetapan.

Maka dikatakan: 

النفي أبلغ  من الإثبات

_"Peniadaan itu lebih gamblang (lebih jelas) di banding penetapan."_

Maka di dahulukan kata-kata: لاَ إِلَهَ , tidak ada dzat yang berhak untuk disembah.

Menunjukkan kufur terhadap thāghut (semua yang disembah selain Allāh adalah thāghut) dan beriman kepada Allāh.

مَنْ شَهِدَ 

_"Barangsiapa yang bersaksi."_

Māsyā Allāh. 

Maka di sini orang bersaksi dengan ucapan.

Bagaimana dengan orang yang tidak bisa berbicara?

⇒ Orang yang tidak bisa berbicara dia bisa menulis, dia bersaksi (masuk Islām) bisa dengan menulis dan meyakini apa yang dia tulis adalah haq. 

Bagaimana dengan orang yang  tidak bisa menulis dan bisu, kemudian dia ingin masuk Islām?  

⇒ Seorang kyai atau seorang ustadz melafazhkan kalimat tauhīd, kemudian orang yang akan masuk Islām menganggukan kepalanya, (menganggukan isyarat) bahwasanya dia bersaks maka dia menjadi orang yang muwahīd. 

Mengangguk adalah isyarat bahwasanya dia bersaksi:
 مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَه
َ إِلاَّ اللَّهُ.

Naktafī bihadzal qodar, terima kasih atas segala perhatiannya.

سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا الله، أستغفرك وأتوب إليك
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

____________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Kasual, Kausal, dan Klausa; Multitasking dalam Mencinta]

Katanya perihal tumbuh menjadi hal yang mengingatkan pada sesuatu secara bersamaan adalah suatu hal yang bagus tapi bukan hal yang baik  Seorang laki laki mempunyai cara perenungannya sendiri, tapi yaa begitulah, hanya sebatas lelaki, perenunganya tidak akan pernah mau rumit. Sebab perihal tumbuh menjadi upaya dewasa kita akan mengerti akhirnya setelah di tempa dengan apa yg tidak sesuai ekspektasi. kemudian seorang hamba mengevaluasi dengan menggunakan berbagai macam metodologi perjalanan hidup.  Ada pesan dari ku di hari dan bulan kelahiran, beberapa orang salah kaprah menilai nya dengan perayaan perayaan. Padahal penambahan usia sedikit dekat dengan ajal, jadi untuk apa dirayakan? Pada perayaan lahir dan Kasih Sayang tidak mengingatkan saya pada hal-hal yang penuh dengan cinta. Sebaliknya, bulan ini mengingatkan saya pada pencarian tanpa henti, kebingungan, dan cinta-cinta yang umurnya tidak panjang. Dulu, ketika masih belia, saya percaya bahwa cinta adalah sesuatu yang

[MENYAMBUT BULAN RAMADHAN]

بسم الله الرحمن الرحيم  السلام عليكم ورحمة الله وبركاته  والْحمد لله والصلاة والسلام على رسول لله و على أله و صحبه و من ولاه، ولا حول ولا قوة الا بالله، أما بعد Ini adalah halaqah yang ketiga dalam pembahasan Kitāb: صفة الصوم النبي ﷺ في رمضان (Shifatu Shaum Nabi ﷺ Fī Ramadhān), yaitu tentang Sifat Puasa Nabi ﷺ Pada Bulan Ramadhān. Karya dua syaikh yaitu Syaikh Salim bin Ied Al Hilali dan Syaikh Ali Hasan bin Abdul Hamid rahimahullāh. Kali ini kita akan membahas : بين يدى رمضان  _▪︎ APA SAJA YANG HENDAKNYA KITA PERSIAPKAN DAN KITA KETAHUI SEBELUM MEMASUKI BULAN RAMADHĀN_ Jadi kewajiban waliyyul amri dan seluruh kaum muslimin adalah menghitung bulan Syab'an, yaitu satu bulan sebelum bulan Ramadhān. Karena bulan-bulan qamariyyah atau hijriyyah jumlahnya kalau tidak 30 hari maka 29 hari. Dan penetapan masuknya setiap bulan, termasuk di dalamnya bulan Ramadhān, adalah dengan ru'yatul hilal (dengan melihat hilal), yaitu bulan sabit dipermulaan bulan qamariyyah atau hijriyyah.  Ketika